Seandainya Cerita itu Bukan si Kancil
Lalu buaya pun memanggil teman-temannya.
“”Nah, sekarang aku harus menghitung dulu ada berapa buaya yang datang, ayo kalian para buaya pada baris berjajar hingga ke tepi sungai di sebelah sana,””
“”Nanti aku akan menghitung satu persatu.””
Tanpa berpikir panjang, buaya-buaya itu segera mengambil posisi, berbaris berjajar dari tepi sungai satu ke tepi sungai lainnya, sehingga membentuk seperti jembatan.
“”Oke, sekarang aku akan mulai menghitung,”” kata Kancil yang segera melompat ke punggung buaya pertama, sambil berteriak, “”Satu….. dua….. tiga…..”” begitu seterusnya sambil terus meloncat dari punggung buaya satu ke buaya lainnya. Hingga akhirnya dia sampai di seberang sungai. Hatinya tertawa, “”Mudah sekali ternyata.””
“”Terima kasih ya teman-teman, sebenarnya tidak ada daging. Aku cuma mau menyeberang. Terima kasih kalian sudah membantu aku””, ujar kancil sambil berlari riang ke kebun pak tani.
“”Awas kamu kancil, kalau ketemu lagi akan aku makan kamu”” ,kata buaya-buaya itu geram.
Kebohongan di atas Kebohongan
Siapa sebenar si Kancil ? Kancil dalam bahasa latin di sebut Tragulus javanicus sedangkan dalam bahasa Melayau di sebut pelanduk. Kancil merupakan hewan ruminansia terkecil di dunia. Ruminansia adalah hewan pemakan hijauan yang memiliki lambung dengan beberapa ruang. Sapi, domba, kambing dan rusa adalah contoh beberapa hewan Ruminansia. Hewan – hewan ini memiliki lambung dengan empat ruang. Masing – masing ruang memiliki fungsi sendiri-sendiri.
Sementara kancil hanya memiliki tiga ruang. Sehingga kancil disebut sebagai hewan ruminansia primitif. Hewan ruminansia biasanya biasanya suka sekali makan rumput, tapi ternyata si kancil tidak suka rumput. Dia lebih suka memakan makanan yang mudah dicerna. Di hutan, kancil memakan pucuk daun, buah-buahan yang jatuh dari pohon, rumput dan akar. Sedangkan di kebun binatang maupun kandang peliharaan, kancil biasanya diberikan makanan seperti irisan kangkung, kacang panjang, wortel, bengkoang, ubi, selada, jagung muda, terong serta buah-buahan. Buah-buahan yang disukai kancil yang berbau harum dan lunak, buah kesukaannya adalah pisang terutama pisang ambon dan raja. Selain pisang, kancil juga suka apel dan nangka. Jadi kancil tidak makan ketimun. Apa lagi ketimun pak tani. Lantas dari mana sumber si kancil suka sekali ketimun ?
Cerdas dan Licik
Tampaknya dua sifat inilah yang mendominasi tokoh kancil. Cerita yang mendominasi masa-masa kecil kita, bapak, ibu dan orang-orang tua kita dahulu. Dan Fabel ini sering menjadi cerita pengantar tidur kita. Aneh bin ajaib memang. Bagaimana mungkin kita di suguhi cerita dengan tokoh sangat cerdas tapi penuh kecurangan. Jangan-jangan cerita ini juga punya peran terhadap carut marutnya kondisi negeri hari ini ? Di tengah-tengah begitu banyaknya orang-orang pintar yang menjadi pemimpin tapi tidak amanah dan membohongi rakyat. Kancil-kancil dengan jas dan dasi.
Manfaat Bercerita Bagi Anak
Bercerita atau berkisah adalah hal yang sangat menarik. Tidak hanya bagi anak-anak, orang dewasa pun menyukainya. Wajarlah kalau kemudian Allah Subhanahuwata’ala menurunkan Al Quran yang isinya di penuhi dengan kisah-kisah orang terdahulu yang sarat akan nilai-nilai kebaikan. Berikut ini beberapa manfaat dari bercerita atau berkisah kepada anak :
- Melatih kemampuan berbicara dan memperkaya kosa kata
- Membangun emosi anak
- Membangun kegembiraan
- Menstimulasi daya imajinasi dan kreativitas anak
- Menumbuhkan rasa simpati dan Empati pada diri anak
- Melatih dan mengembangkan kecerdasan anak
- Langkah awal menumbuhkan minat baca
- Metode penanaman nilai yang efektif dan menyenangkan
- Membangun hubungan personal dan mempererat ikatan batin orang tua dengan anak
Dasyatnya Efek Sebuah Kisah
Inilah kisah yang di sampaikan oleh salah seorang shahabat Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam yaitu Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu yg menyaksikan dgn mata kepala sepak terjang dua anak muda belia.
بَيْنَا أَنَا وَاقِفٌ فِى الصَّفِّ يَوْمَ بَدْرٍ فَنَظَرْتُ عَنْ يَمِيْنِي وَشِمَالِي، فَإِذَا أَنَا بِغُلاَمَيْنِ مِنَ اْلأَنْصَارِ حَدِيْثَةٍ أَسْنَانُهُمَا تَمَنَّيْتُ أَنْ أَكُوْنَ بَيْنَ أَضْلَعَ مِنْهُمَا، فَغَمَزَنِي أَحَدُهُمَا فَقَالَ: يَا عَمِّ، هَلْ تَعْرِفُ أَبَا جَهْلٍ؟ قُلْتُ: نَعَمْ، مَا حَاجَتُكَ إِلَيْهِ يَا ابْنَ أَخِي؟ قَالَ: أُخْبِرْتُ أَنَّهُ يَسُبُّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَئِنْ رَأَيْتُهُ لاَ يُفَارِقُ سَوَادِي سَوَادَهُ حَتَّى يَمُوْتَ اْلأَعْجَلُ مِنَّا. فَتَعَجَّبْتُ لِذَلِكَ، فَغَمَزَنِي اْلآخَرُ فَقَالَ لِي مِثْلَهَا، فَلَمْ أَنْشَبْ أَنْ نَظَرْتُ إِلَى أَبِي جَهْلٍ يَجُوْلُ فِى النَّاسِ. فَقُلْتُ: أَلاَ، إِنَّ هَذَا صَاحِبُكُمَا الَّذِي سَأَلْتُمَانِي، فَابْتَدَرَاهُ بِسَيْفَيْهِمَا، فَضَرَبَاهُ حَتَّى قَتَلاَهُ. ثُمَّ انْصَرَفَا إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَاهُ فَقَالَ: أَيُّكُمَا قَتَلَهُ؟ قَالَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا: أَنَا قَتَلْتُهُ. فَقَالَ: هَلْ مَسَحْتُمَا سَيْفَيْكُمَا؟ قَالَ: لاَ. فَنَظَرَ فِى السَّيْفَيْنِ فَقَالَ: كِلاَكُمَا قَتَلَهُ سَلَبُهُ لِمُعَاذِ بْنِ عَمْرِو ابْنِ الْجَمُوْحِ. وَكَانَا مُعَاذَ بْنَ عَفْرَاءَ وَ مُعَاذَ ابْنَ عَمْرِو بْنِ الْجَمُوْحِ
“Ketika aku berdiri di tengah-tengah barisan pasukan dalam perang Badr, aku melihat ke kiri dan kananku. Ternyata aku berada di antara dua pemuda Anshar yang masih belia umurnya. Aku pun berangan-angan aku lebih kuat daripada keduanya. Lalu salah satu di antara mereka menggamitku sambil bertanya, “Wahai paman, apakah engkau mengenal Abu Jahl?” Aku menjawab, “Ya! Apa perlumu dengan Abu Jahl, wahai anak saudaraku?” Dia berkata, “Aku pernah diberi tahu bahwa dia selalu mencela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak akan berpisah diriku dengannya sampai mati salah seorang di antara kami yang paling cepat ajalnya.” Aku pun merasa kagum akan hal itu. Kemudian pemuda yang satu juga menggamitku dan mengatakan padaku hal yang serupa. Tidak lama setelah mereka bertanya padaku, aku melihat Abu Jahl sedang bergerak kesana kemari di antara pasukan. Aku pun berkata pada mereka berdua, “Lihat! Itulah orang yang kalian tanyakan padaku tadi.” Keduanya pun bergegas menyerang Abu Jahl dengan pedang mereka lalu menebasnya hingga berhasil membunuhnya. Setelah itu mereka pergi menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memberitakan peristiwa itu pada beliau. “Siapa di antara kalian yang membunuhnya?” tanya beliau. Masing-masing dari keduanya menjawab, “Saya yang membunuhnya!” “Apakah kalian sudah membersihkan pedang kalian?” tanya beliau lagi. “Belum,” jawab mereka. Beliau lalu mengamati kedua pedang mereka, kemudian berkata, “Kalian berdua telah membunuhnya. Sementara barang-barang yang digeledah dari Abu Jahl menjadi milik Mu’adz bin ‘Amr ibnul Jamuh.” Kedua pemuda itu adalah Mu’adz bin ‘Afra` dan Mu’adz bin ‘Amr ibnul Jamuh. (HR. Al-Bukhari no. 3141 dan Muslim no. 1752)
Subhanallah, sungguh luar biasa. Mu’adz bin ‘Afra’ dan Mu’adz bin ‘Amr ibnul Jamuh merupakan dua orang pemuda belia. Mereka adalah anak-anak Anshor yang hidup di Madinah. Mereka tidak pernah melihat Abu Jahal, apalagi melihat sepak terjangnya dalam upaya membunuh Rasulullah dan mencegah dakwahnya. Mereka adalah orang-orang yang sangat mencintai Rasulullah. Mereka berinteraksi dengan Rasulullah di Madinah dan melihat kemuliaan akhlaknya. Mereka juga sangat membenci Abu Jahal dengan berbagai macam perangai buruknya. Bagaimana mereka bisa sangat membenci Abu Jahal padahal mereka tidak pernah melihat dan bertemu dengannya ? Tentulah mereka mendapatkan cerita tentang dakwah Rasulullah di Mekkah. Siroh Nabawiyah di fase Mekah dari orang-orang yang ada di sekitar mereka. Kisah-kisah itulah yang membuat mereka termotivasi untuk membunuh Abu Jahal, orang yang selama ini sangat mereka benci karena telah menyakiti Rasulullah yang sangat mereka cintai.
Salah seorang tabi’in menyampaikan, “”Kami mengajarkan siroh kepada anak-anak kami seperti kami menyuruh mereka menghafalkan Al-Qur’an“”. Begitu kuatnya penekanan pengajaran siroh itu kepada anak-anak. Bahkan semangat untuk mengajarkannya sama seperti semangat untuk mengajar atau menghafal Al Quran. Ya..bagaimana mungkin kita berharap menghasilkan anak-anak dengan akhlak yang mulia kalau mereka bahkan tidak bisa mengetahui seperti apa kemuliaan akhlak dari Rasulullah yang kemuliaan akhlaknya bahkan di puji oleh Allah di dalam Al Quran (Al Qalam ayat 4).
Kalaulah..ayah dan bunda bisa menggantikan kisah si kancil atau yang lainnya dengan cerita para Nabi, Rasulullah, para shahabat yang mulia, juga orang-orang seperti Umar bin Abdul Aziz, Muhammad Al Fatih atau banyak tokoh-tokoh lain di dalam sejarah peradaban Islam. Maka efeknya akan kita rasakan di dalam beberapa waktu yang akan datang, di saat mereka mulai beranjak dewasa. Hidup mereka tidak lagi terinspirasi oleh tokoh-tokoh cerita yang penuh kebohongan tetapi mereka akan belajar banyak dari kehidupan tokoh-tokoh Islam yang mulia. Sebuah kisah nyata dengan tokoh yang riil dan tidak fiktif. Begitu pentingnya berkisah, bahkan Allah sampai harus menuturkan kisah terbaik di dalam Al Quran, kisah Yusuf Alaihissalam yang dapat kita baca keindahannya di dalam surat Yusuf.
Penulis: Elvina Sasmita
Sumber Artikel: http://www.parentingnabawiyyah.com/2012/06/12/seandainya-cerita-itu-bukan-si-kancil/