KETIKA ANAK MEMOHON MAAF KEPADAMU
Penulis: Poppy Yuditya
Pernahkah menyaksikan kejadian serupa ini? Seorang anak terlihat mengumpulkan keberanian yang tersisa. Perlahan mendekati Ibunya yang sedang marah padanya.Tertunduk, tak mampu menatap wajah ibunya.
Anak : “Ibu, maafkan aku ya. Aku tahu, Bu.. aku salah.” ucapnya lirih, menahan sesak dan isak.
Ibu : “Iya. Ibu maafkan. Tapi memang kamu itu kebiasaan sih begitu. Sering banget buat Ibu marah. Sudah berulang kali dilarang, masih dilakukan juga. Tahu nggak nak, yang kamu lakukan itu nggak baik. Belum lagi nanti kalau kamu begini, begitu. Masih inget nggak waktu kamu melakukan “ini”? Belum lagi yang “ itu”. Sudah sering kan kamu melakukan kesalahan. Masih nggak kapok juga? Masih mau buat lagi? Heran Ibu. Udah capek-capek Ibu ngurusin kamu dari kecil sampai gede. Kok begini hasilnya?” ungkapnya panjang lebar dengan intonasi suara yang tinggi.
10 menit berlalu, belum selesai omelan tambahan sang Ibu pada si anak. Si anak mulai bergerak ke sana kemari, enggan mendengarkan. Tapi demi kesopanan dan tak mau dibombardir dengan kemarahan lanjutan, kakinya tak beranjak dari tempatnya. Akhirnya sang Ibu selesai dengan omelannya. Si anak segera berlari dengan lega nya menjauh dari sang Ibu. Berharap tidak mendengar apa-apa lagi dari Ibunya.
Setelah itu, sang Ibu pun mengeluh, ”Dasar anak sekarang, kalau dikasih tahu susah banget! Masuk kuping kiri, keluar kuping kanan!” Wajahnya masih tampak merah dan geram.
***
Di zaman Rasulullah, ada seorang anak muda yang berbohong. Khawat bin Jubair, namanya. Khawat sedang duduk bersama para wanita ketika Rasulullah menegurnya. Khawat pun beralasan sedang mencari untanya yang lepas.
Dengan cara dan wibawanya yang luar biasa, Rasulullah berhasil membuat Khawat bin Jubair merasa bersalah dengan kebohongannya. Setelah berulang kali menghindar dari Rasulullah, akhirnya terkumpullah keberanian dan tekadnya untuk meminta maaf pada Rasul.
Begini potongan kisahnya:
Aku (Khawat bin Jubair) pun berkata dalam hati: Demi Allah, aku akan meminta maaf ke Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan menyenangkan hati beliau. (selesai shalat) aku berkata: Demi yang mengutusmu dengan benar, unta itu tidak pernah lepas sejak aku masuk Islam.
Beliau berkata: Semoga Allah merahmatimu… Semoga Allah merahmatimu… Semoga Allah merahmatimu.
Dan beliau tidak lagi membahas tentang unta.
(HR. Thabrani dalam al Mu’jam al Kabir, Abu Nu’aim al Ashbahani dalam Ma’rifah al Shahabah).
***
Orangtua terkadang perlu diingatkan : sungguh, butuh keberanian luar biasa bagi seorang anak untuk memohon maaf atas kesalahannya.
Dia harus melawan keenganannya mengakui kesalahan. Belum lagi pe-er tambahan untuk memohon maaf. Plus tekad kuat untuk tidak mengulangi.
Dia sudah memikirkan itu semua sebelum dia melangkah untuk memohon maaf kepada orangtuanya.
Maka, tidakkah sebaiknya orang tua juga menghargai usaha luar biasa dari sang anak? Bukankah kita hanya ingin anak kita tidak mengulangi perbuatannya lagi?
Atau apakah kita ingin melampiaskan kemarahan kita padanya? Supaya puas?Supaya si anak semakin merasa bersalah? Membuka kembali kesalahan yang merupakan luka lamanya?
Apakah kita ingin membuatnya malu? Atau ingin tetap menghukumnya bahkan setelah dia meminta maaf?
Inilah saatnya introspeksi.
Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersikap ketika seseorang meminta maaf dan mengakui kesalahan kepadanya.
Beliau mendoakan, dan tidak lagi membahas kesalahannya.
Bagaimana dengan kita, siap berubah?
Ya Allah, bimbinglah kami…..
Penulis: Poppy Yuditya